Sejumlah pengamat berpendapat pencucian uang yang dilakukan oleh kepala daerah lewat kasino atau tempat perjudian di luar negeri akan mengurangi potensi penerimaan negara.
Pasalnya, Aset Mereka Menjadi Sulit Terdeteksi.
Modus ini baru saja diungkapkan oleh Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Lembaga itu menyebut dana yang disimpan sejumlah kepala daerah dalam rekening permainan kasino luar negeri mencapai Rp50 miliar.
Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal mengatakan modus pencucian uang ini terbilang baru. Dengan skema yang lebih canggih, maka pemerintah semakin sulit melacak keberadaan aset yang seharusnya terkena pajak.
“Modalitas ini sebenarnya berkembang, mulai dari revolusi dari standar sekarang untuk satu lebih canggih Ini dari sisi pemerintahan ada sisi potensi penerimaan pajak yang hilang,” ucap Fitrah kepada CNNIndonesia.com.
Di sisi lain, dana itu bisa menambah likuiditas di perbankan. Sebab, keuntungan yang diraih oleh kepala daerah dari kasino umumnya akan dimasukkan ke dalam perbankan atau instrumen investasi.
“Kan tidak mungkin dipegang tunai, pasti dibelanjakan atau masuk ke perbankan, diputar lagi. Jadi ada untung rugi,” kata Fithra.
Sementara, Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Misbah Hasan mengatakan pelaku akan untung berkali-kali lipat. Selain bisa mengelabui pihak pajak, keuntungan yang didapat dari kasino juga didapat 100 persen.
“Pertama uang yang digunakan itu kan disinyalir dari uang hasil korupsi, kedua ada upaya menghindari pajak karena tidak disimpan di bank, tapi diputar di kasino. Pelaku untung berkali-kali, negara dirugikan berkali-kali,” kata Misbah.
Menurutnya, ada pihak yang mengkoordinasi tindakan pencucian uang lewat kasino. Dengan demikian, sejumlah kepala daerah kompak menempatkan dananya dengan skema tersebut.
“Saya pikir kasus ini ada makelarnya, ada yang menjembatani. Jadi kepala daerah punya ide mengalirkan dana ke kasino selain memang hobi judi,” jelas Misbah.
Sebelumnya, Ketua PPATK Kiagus Badaruddin menyatakan pencucian uang via kasino jadi modus baru yang terendus pihaknya tahun ini. Ia bilang ada dua cara yang digunakan oknum kepala daerah dalam modus ini.
“Menyimpannya (uang) betul dalam rekening kalau dia mau main dia tarik. Atau juga menyimpannya dalam bentuk membelikannya dalam koin,” kata Badaruddin.
Menurut Badaruddin, pelaku menukarkan uang hasil kejahatan dengan koin kasino di negara-negara tertentu. Kemudian mereka menunggu hingga jam operasi berakhir untuk kembali menukarkan koin ke dalam bentuk uang tunai.
Para oknum kepala daerah itu akan mendapat uang tunai plus tanda terima dari kasino. Setelah itu, tumpukan uang tunai itu diboyong ke Tanah Air dengan status legal.
“Nah itu nanti dia bisa menggunakan uangnya, masuk ke kita dan jadikan bukti bahwa receipt (tanda terima) itu adalah uang itu berasal dari main judi. Main judi kan di negara-negara tertentu legal, tidak melanggar hukum,” pungkas dia.
Selain itu, Jaksa juga menolak keberatan terdakwa bahwa perbuatannya berada dalam lingkup pasar modal dan bukan merupakan tindak pidana perbuatan tercela. Jaksa menjelaskan bahwa pasar crypto hanyalah operasi sederhana dari para terdakwa dalam korupsi
“Jaksa Penuntut Umum telah mengambil beberapa putusan terkait perkara pidana dan TPPU dengan modus operandi perangkat Pasar Modal, termasuk putusan Mahkamah Agung nomor 1513 k / Sus / 2013 tanggal 26 September 2013 mendakwa Omar Zen.
Lambat laun, ”ujarnya. Jaksa
Atas putusan itu, JPU meminta majelis hakim yang berusaha membantah eksepsi yang diajukan atas arahan terdakwa dalam perkara tersebut. JPU menetapkan bahwa keberatan terdakwa atas perkara tersebut termasuk catatan keberatan atau eksepsi sehingga persidangan dapat dilanjutkan.
“Kami dengan tegas menyatakan bahwa objek dari tim kuasa hukum terdakwa berada dalam ruang lingkup materi perkara, dan kebenaran perkara tersebut akan diperkuat lebih jauh dalam gugatan,” kata jaksa.
Dalam kasus dugaan pelanggaran Pengelolaan Kewangan dan Reka Dana pada PT Assoruniya Givasaria (EGS), setiap arahan melanggar Pasal 2 ayat (1) Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Dituduh membuat amandemen undang-undang yang
Ia juga dijatuhi hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda Rs 10 miliar karena melanggar Pasal 3 Pasal 3 atau Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
“Pembayaran tanah dan bangunan, pembelian mata uang asing, pembayaran kasino, pembelian beberapa kendaraan bermotor dan akuisisi beberapa perusahaan telah dijelaskan secara detail oleh JPU di Yaxani,” kata Jaksa Penuntut Umum Eduardo di pengadilan korupsi.
“Oleh karena itu, dalil kuasa hukum atas arahan terdakwa dalam Catatan Keberatan 12 adalah salah dan beralasan, sehingga layak untuk diperdebatkan,” kata jaksa.
JPU meminta tim kuasa hukum Harrow untuk tidak menafsirkan TPPU secara sempit. ML, jelas jaksa penuntut, adalah tindak pidana pengejaran yang merupakan delik penyebaran.